Langsung ke konten utama

”PANJANG TEU MEUNANG DIPOTONG, PONDOK TEU MEUNANG DISAMBUNG”

”PANJANG TEU MEUNANG DIPOTONG, PONDOK TEU MEUNANG DISAMBUNG”
oleh : Dede Solehudin Wiarta Diputra

Sejarah telah banyak menunjukkan kepada kita bahwa hutan yang lestari akan mampu memberikan berbagai manfaat yang sungguh luar biasa bagi kelangsungan hidup manusia. Kemampuannya menyimpan berbagai kekayaan ekosistem dan berbagai biota yang sangat dibutuhkan oleh manusia sangat mengagumkan. Hasil hutan yang diperolehpun akan sangat beragam, dari mulai kayu, buah-buahan, daerah agro wisata/ eko wisata, berbagai tanaman obat, mahluk hidup yang sangat bernilai dan banyak lagi yang lainnya.
Dari hutan juga banyak melahirkan berbagai cerita dan fakta yang tetap memberikan kekayaan wawasan dan pengetahuan manusia baik dibidang sains maupun ilmu-ilmu humaniora dan sejarah. Diantaranya, perjuangan kemerdekaan bangsa ini telah dimulai dari hutan yaitu melalui berbagai perang secara bergerilya yang dikembangkan oleh para pejuang dan pahlawan bangsa ini. Cerita dan fakta lain menyebutkan bahwa dengan adanya hutan telah melahirkan banyak cerita baik fiksi maupun non fiksi. Superhero anak-anak sering muncul dan hidup di tengah hutan dengan sederhana dan memiliki kecenderungan untuk merawat hutannya yang dijadikan sebagai sandaran hidup.
Dilain sisi hutan merupakan sumber kekayaan alam yang sangat potensial dan tak kalah potensialnya jika dibanding dengan kekayaan sumber hayati yang berada di laut. Ragam manfaatpun dapan diambil dari keberadaan hutan. Kasus sederhana adalah hutan yang berada di kawasan kampung adat Baduy. Berdasarkan berbagai literatur dan cerita, semua penduduk Baduy hidup dari hasil hutan dan alam yang berada disekitarnya. Pakaian yang dikenakan adalah merupakan suatu jenis kain yang diolah dari hasil hutan, baik dari kulit kayu maupun benang yang dipintal dari kapas yang tumbuh disekitar perkampungan Baduy. Begitu pula disektor kehidupan ekonominya, penduduk Baduy sangat memanfaatkan kekayaan hutan secara bijak dalam rangka menopang kehidupan ekonominya. Seperti madu lebah dan gula nira yang diolah dari hasil hutan dan dijual kepada masyarakat sekitar dan bahkan sampai pula ke pusat kota Bandung yang mampu memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan dan mempertahankan kehidupan ekonominya.
Pola pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh orang Baduy akan sangat berbeda dengan pola pemanfaata hutan oleh masyarakat kebanyakan. Berdasarkan pada hasil kunjungan Jamal (Dosen ITENAS Bandung tahun 2008), orang Baduy senantiasa memanfaatkan hutan secara bijak dengan tetap memegang teguh suatu aturan yang bisa dikatakan sangat sakral. Aturan ini akan dengan mudah ditemui jika kita mendatangi kampung Baduy tersebut. Didepan gerbang perkampungan akan ditemui suatu papan bertuliskan AMANAT BUYUT (amanat leluhur) yang isinya merupakan suatu amanat dari leluhur kampung Baduy. Inti dari amanat tersebut adalah aturan yang berlaku mutlak bagi masyarakat Baduy dalam rangka hidup bermasyarakat, pola pemanfaatan hutan agar tetap lestari, tuntunan atas prilaku yang menunjukkan sikap orang Baduy dan lain sebaginya yang dimuat secara sederhana namun padat makna. Misalkan pada tulisan tersebut berisi tulisan dalam bahasa Sunda “panjang teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung” (panjang tidak boleh di potong, pendek tidak boleh disambung), maknanya sungguh luas dan dapat menyentuh berbagai aspek kehidupan secara lebih konkrit. Namun yang menjadi fokus kita adalah bahwa orang Baduy adalah masyarakat adat yang sangat menyayangi hutannya seperti halnya mereka menyayangi dirinya sendiri. Dari kalimat tersebut bisa dijabarkan mengenai pola pemanfaatan alam dan hutan yang dilakukan oleh orang Baduy yaitu melestarikannya. Lestari disini berarti jika seorang Baduy menebang satu batang pohon maka dia memiliki kewajiban untuk menanam satu batang pohon yang sama sebagai gantinya. Sehingga ekosistem hutan akan dapat tetap terjaga. Makna lain bisa dikemukakan bahwa orang Baduy tidak boleh merusak alam yang sudah ada juga tidak boleh menambahkannya. Sehingga perkampungan Baduy akan tetap seperti itu dan cenderung lestari. Hutan yang ditemui tahun 1900 akan sama dengan hutan yang akan ditemukan pada tahun 2000 baik ditinjau dari sudut luasnya maupun aspek kualitasnya, mungkin demikian inti dari pola pelestarian hutan yang dilakukan oleh orang Baduy.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP MASAGI

"Masagi" Ku Mang Jamal Alam dunya nu éndah ieu dicipta ku Pangeran. Kusabab diciptana ku Pangéran, tangtu rupa atawa wanguna hadé jeung sampurna. Kasampurnaan alam ieu sok dipaké pikeun siloka kaasup dina babasan jeung paribasa. Karancagéan kolot baheula enggoning ngarumuskeun jurus pikeun nyanghareupan hirup jeung kahirupan, salah sahijina dina wangun babasan jeung paribasa, sawaréh dijieun ku cara siloka nu nginjeum ti kaayaan alam éta. Model atawa rupa suhunan imah vernakular di Tatar Sunda make conto alam, boh manuk boh mangrupa sato. Diantarana ranggon –ti manuk ranggon; julang ngapak, badak heuay, tagog atawa jogo anjing, jeung galudra ngupuk. Cara niru ka alam oge aya dina ngagambarkeun kageulisan hiji wanoja, ditataan maké rupa nu aya di alam bari ditambahan sangkan jentre: angkeut endog sapotong, ramo pucuk eurihan, lambéy jeruk sapasi, halis ngejelér paéh, cangkéng lenggik nanding papanting, taar teja mentrangan, damis kuwung-kuwungan, bitis héjo carula
KUJANG MENURUTBERITA PANTUN BOGOR[1] Oleh: Anis Djatisunda Purwaka Berbicara tentang kujang, identik dengan berbicara Sunda Pajajaran masa silam. Sebab, alat ini berupa salah sastu aspek identitas eksistensi budaya Sunda kala itu. Namun, dari telusuran kisah keberadaannya tadi, sampai sekarang belum ditemukan sumber sejarah yang mampu memberitakan secara jelas dan rinci. Malah bisa dikatakan tidak adanya sumber berita sejarah yang akurat.Satu-satunya sumber berita yang dapat dijadikan pegangan (sementara) yaitu lakon-lakon pantun. Sebab dalam lakon-lakon pantun itulah kujang banyak disebut-sebut. Di antara kisah-kisah pantun yang terhitung masih lengkap memberitakan kujang, yaitu pantun (khas) Bogor sumber Gunung Kendeng sebaran Aki Uyut Baju Rambeng. Pantun Bogor ini sampai akhir abad ke-19 hanya dikenal oleh warga masyarakat Bogor marginal (pinggiran), yaitu masyarakat pedesaan. Mulai dikenalnya oleh kalangan intelektual, setelahnya tahun 1906 C.M. Pleyte (seorang Belanda yang be

Kapan tepatnya Belanda mulai menjajah Indonesia?

Melalui sejumlah fakta dan analisis sejarah, Nina Herlina L. sejarawan dari Universitas Padjajaran Bandung menjelaskan ketidakbenaran sejarah tentang penjajahan Belanda di Indonesia. Ucapan Bung Karno “Indonesia dijajah selama 350 tahun” menurutnya hanya dimaksudkan untuk membangkitkan semangat patriotisme di masa perang kemerdekaan. Lalu kapan tepatnya Belanda mulai menjajah? Oleh Nina Herlina L**. “WIJ sluiten nu.Vaarwel, tot betere tijden. Leve de Koningin!” (Kami akhiri sekarang. Selamat berpisah sampai waktu yang lebih baik. Hidup Sang Ratu!). Demikian NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij/Maskapai Radio Siaran Hindia Belanda) mengakhiri siarannya pada tanggal 8 Maret 1942. Enam puluh enam tahun yang lalu, tepatnya 8 Maret 1942, penjajahan Belanda di Indonesia berakhir sudah. Rupanya “waktu yang lebih baik” dalam siaran terakhir NIROM itu tidak pernah ada karena sejak 8 Maret 1942 Indonesia diduduki Pemerintahan Militer Jepang hingga tahun 1945. Indonesia menjadi